Sidoarjo | JATIMONLINE.NET;– Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo telah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp. 5.210.597.374.474,00.

APBD Kabupaten Sidoarjo Tahun Anggaran 2023 ditetapkan melalui Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2022 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023.

Peraturan Daerah tersebut mencakup tiga komponen APBD Kabupaten Sidoarjo, yaitu Pendapatan Daerah sebesar 4.76 Triliun, Belanja Daerah sebesar 5.21 Triliun, dan Pembiayaan sebesar 447 Milyar.

Realisasi APBD Sidoarjo TA. 2023 itu mendapat sorotan dari Direktur SAKA Indonesia, Abd. Basith. Pemuda asal Waru tersebut, menyampaikan keprihatinannya terhadap realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah yang saat ini baru mencapai 35.96% dan 30.69% di triwulan ketiga tahun 2023.

“APBD kan soal hak dan kewajiban antara pemerintah dan masyarakat, jika kewajiban masyarakat selalu ditekan dengan tujuan mencapai target dalam pendapatan daerah maka juga harus diimbangi dengan kewajiban pemerintah daerah terhadap masyarakat,” kata Basith, Minggu (2/7/2023).

Basith juga mengungkapkan ketidakseimbangan antara realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mencapai 38.50% atau sekitar 745,08 M, dibandingkan dengan realisasi Belanja Daerah yang hanya mencapai 30.69%.

“Tidak usah terlalu jauh membandingkan pendapatan daerah kita yang masih tinggi ditopang oleh transfer pemerintah pusat dan pendapatan lainnya, kita lihat aja per 1 Juli 2023 realisasi PAD kita sudah mencapai 38.69%,” ungkapnya.

Direktur SAKA Indonesia ini menyoroti pentingnya perhatian yang cukup terhadap Belanja Daerah, sebagai hak masyarakat yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah Sidoarjo, selain Pendapatan Daerah yang menjadi kewajiban masyarakat.

Ia mengingatkan bahwa kinerja Bupati Sidoarjo yang “Sat-Set” tidak boleh disia-siakan karena tidak ditopang dengan kinerja bawahannya, sebab saat ini Perangkat Daerah tidak lagi berencana tapi sudah memegang Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), yang tinggal direalisasikan sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.

Mengenai isu pengelolaan parkir yang menjadi perbincangan, Ia menyatakan pengelolaan parkir yang dikerjasamakan dengan Swasta itu terlalu memaksakan diri, sebab tidak ada dasar hukum yang jelas yang mengatur sehingga mengharuskan Bupati menggunakan kewenangan Diskresi yang dimiliki.

“Kalau Soal kepala dinas perhubungan, saya menduga telah menyetorkan data yang tak sesuai mengenai titik lokasi parkir kepada Bupati untuk kemudian ditetapkan dengan SK Bupati,” katanya.

Basith juga mencatat bahwa skema apapun yang digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, jika implementasinya dalam pengelolaan parkir tidak tepat, hasilnya juga akan merugikan masyarakat. Ia mencontohkan skema parkir berlangganan yang kemudian menuai kontra dari pengguna jasa parkir sehingga kebijakan tersebut dihapus, padahal parkir berlangganan menjadi salah satu penyumbang terbesar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi.

Soal pandangannya mengenai konflik antara PT Indonesia Sarana Service (ISS) dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo terkait kerjasama pengelolaan parkir. Ia enggan memberikan komentar lebih lanjut namun, ia menegaskan bahwa yang dirugikan dalam situasi tersebut adalah masyarakat Sidoarjo.

“Kalau salah satu dari yang disebut tadi merasa dirugikan tinggal gugat saja ke PTUN, tapi yang jelas yang dirugikan adalah masyarakat Sidoarjo,” pungkasnya.