Sidoarjo | JATIMONLINE.NET,- Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman SPSI (FSP RTMM-SPSI) Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan Forum Diskusi Industri Hasil Tembakau, pada Senin (6/3/2022).

Kegiatan yang dilaksanakan di hotel Neo+ Sidoarjo itu mengambil tema “Penolakan Revisi PP 109 Tahun 2012”. Pada Forum Diskusi itu di ikuti 100 orang peserta. Kegiatan Dibuka langsung Dr. Himawan Estu Bagijo, S.H., M.H, selaku Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur.

Diskusi dijadwalkan berlangsung dari jam 09.00 WIB hingga jam 16.00 WIB. Selain Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur, PD FSP RTMM-SPSI Jatim juga menghadirkan beberapa tokoh sebagai pemantik diskusi, diantaranya Bambang Widjanarko sebagai sekjen Paguyuban MPS, Hananto Wibisono Sekjen AMTI dan Dr. Fendi Setyawan, S.H., M.H.,C.L.A, selaku Akademisi dari Universitas Jember.

Rencana revisi PP 109 tahun 2012 ini menurut Ir. Purnomo Ketua PD FSP RTMM-SPSI Jatim akan menyebabkan menurunnya hasil industri yang secara otomatis akan berdampak pada PHK secara besar-besaran.

Padahal, Industri Rokok tetap menjadi primadona dalam penerimaan negara, dimana Cukai Rokok menyumbang antara 95% hingga 96% dari total penerimaan cukai di Indonesia.

Cukai hasil tembakau sendiri menyumbang hingga 11% penerimaan pajak negara setiap tahunnya. Target penerimaan cukai rokok setiap tahun terus meningkat. Hasil cukai rokok tahun 2022 mencapai 218,62 T melebihi 104% dari target penerimaan cukai ditetapkan sebesar Rp. 209,9 triliun melalui Perpres No. 98 Tahun 2022.

“Kami menolak revisi PP 109, pendapat kami ini tidak hanya kami sandarkan pada kepentingan anggota kami teman-teman pekerja industri hasil tembakau. tetapi lebih dari itu juga menyangkut kepentingan ekonomi nasional, materi PP yang sudah ada saya kira tinggal dikuatkan saja implementasinya. Aspek kesehatan memang penting namun kita tidak boleh mengesampingkan aspek lainnya juga,” tegas Purnomo dalam statemennya.

Sementara itu Dr. Himawan Estu Bagijo, S.H., M.H Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur, menyampaikan bahwa dalam merencanakan kebijakan atau regulasi kita harus memperhatikan kondisi sosial masyarakat yang ada.

“Jika gagal membaca kondisi sosial masyarakat, dampaknya bisa luar biasa kalau dokter salah nyuntik atau salah kasih obat maka hanya satu pasien yang kena dampak, tapi kalau regulasi yang tidak tepat dampaknya bisa serepublik yang menanggung,” kata Kadisnaker Provinsi Jawa Timur.

Dr. Himawan juga menegaskan dalam bahwa pertimbangannya bukan hanya soal PHK karyawan, tapi juga keberlangsungan industri rokok.

“Bagi disnaker jangan sampai banyak PHK, harus dipikirkan bahwa industri rokok juga harus sustain,” pungkas Dr. Himawan. (red).