Tambang Nikel Ancam Surga Raja Ampat, FORMIPA Jatim Desak Pemerintah Hentikan Eksploitasi
Surabaya | JATIMONLINE.NET,- 9 Juni 2025 Forum Mahasiswa Ilmu Pengetahuan Alam Jawa Timur (FORMIPA Jatim) mengecam keras keberadaan tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat. Ketua Umum FORMIPA Jatim, Muchammad Alfien Ananta, mendesak pemerintah segera menghentikan seluruh aktivitas pertambangan di wilayah yang dikenal sebagai salah satu ekosistem laut terkaya di dunia itu.
“Raja Ampat adalah surga biodiversitas dunia. Lebih dari 1.400 spesies ikan dan 550 spesies terumbu karang hidup di perairan ini. Namun, kini kawasan ini terancam rusak oleh eksploitasi tambang nikel,” ujar Alfien.
Ia menyoroti bahwa pembangunan tambang di Pulau Gag, yang dikuasai oleh konsesi PT Gag Nikel seluas 13.136 hektar (meliputi 6.060 hektar daratan dan 7.076 hektar lautan), membawa berbagai dampak ekologis serius.
Ancaman Serius bagi Lingkungan
FORMIPA Jatim merinci sejumlah dampak lingkungan dari tambang nikel di Raja Ampat:
- Sedimentasi Berlebih
Material tambang terbawa ke laut dan menutupi terumbu karang, menghambat fotosintesis alga simbion, hingga menyebabkan kematian massal karang—fondasi ekosistem laut. - Pencemaran Logam Berat
Limbah tambang mengandung logam seperti nikel, kromium, dan kadmium yang mencemari laut, mengancam biota dan kesehatan manusia melalui rantai makanan. - Perubahan Morfologi Pesisir
Pembangunan pelabuhan dan infrastruktur tambang mengakibatkan perusakan hutan mangrove, garis pantai, dan habitat penting bagi spesies langka termasuk penyu dan burung endemik. - Kehancuran Pariwisata dan Ekonomi Lokal
Kerusakan alam mengancam sektor wisata bahari dan perikanan berkelanjutan yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat adat Raja Ampat.
Izin Tambang Dipertanyakan
FORMIPA Jatim mempertanyakan legalitas dan urgensi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Kementerian ESDM di kawasan wisata strategis ini. Hal tersebut dinilai bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Lebih jauh, Alfien menyoroti proses penerbitan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) oleh KLHK yang dinilai perlu dikaji ulang secara independen. “AMDAL seharusnya menjadi benteng perlindungan lingkungan, bukan justifikasi eksploitasi,” tegasnya.
Walau Menteri Kehutanan sempat menginstruksikan penghentian sementara penerbitan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) baru, namun keberadaan IUP aktif di Raja Ampat menunjukkan lemahnya pengawasan di lapangan.
FORMIPA Jatim: Hentikan Sekarang atau Hancur Selamanya
FORMIPA Jatim menyampaikan lima tuntutan konkret:
- Menghentikan seluruh IUP tambang di wilayah Raja Ampat.
- Melakukan evaluasi ulang terhadap semua izin yang telah diterbitkan, serta mencabut izin bermasalah.
- Mengalihkan pembangunan ekonomi ke sektor berkelanjutan seperti ekowisata, perikanan berkelanjutan, dan konservasi laut.
- Menindak tegas pelanggaran hukum lingkungan tanpa pandang bulu.
- Melibatkan masyarakat adat dan sipil dalam pengambilan keputusan tata kelola wilayah.
“Kebijakan salah bisa diwarisi, tapi kesalahan tidak harus diteruskan. Kami, FORMIPA Jawa Timur, mendesak negara hadir menyelamatkan ekosistem Raja Ampat dan masa depan generasi bangsa,” pungkas Alfien. (red).
Tinggalkan Balasan